Senin, 30 April 2012

Nasi Kucing Menyerbu Ibu Kota

Sebelumnya mungkin tidak ada salahnya mengenal tentang nasi kucing ini. Nasi ini banyak dijual oleh penjual angkringan dan saat ini sudah menjadi banyak tempat makan yang tersebar ke berbagai pelosok daerah. Dengan modal tempat jualan yang berbentuk gerobak angkringan yang umumnya beroda, maka para penjual nasi kucing ini menjajakan dagangannya. Di atas gerobak angkringan ini diletakkan bertumpuk-tumpuk bungkusan nasi kucing itu dengan berbagai hidangan pelengkap lainnya. Penjual angkringan nasi kucing ini selalu melengkapi dengan minuman hangat baik kopi, teh ataupun jahe. Kalau di angkringan seperti ini yang diinginkan kadang adalah suasana santai untuk sekedar makan dan minum sambil mengobrol apa saja.

Nasi kucing yang dijajakan berupa nasih putih dengan lauk sayur tempe, ikan teri dan sambal ditambah dengan seiris ayam atau kaki ayam. Selain itu terdapat lauk tambahan lain berupa ayam, telur, sate usus, kaki ayam goreng dan lain-lain yang dapat bersifat pilihan. Nasi putih yang disediakan hanya segenggam saja sehingga tidak akan membuat orang merasa kenyang. Bagi pembeli laki-laki mungkin akan perlu menghabiskan lebih dari satu bungkus.

Keberadaan ikan teri dan bungkusan yang kecil inilah yang mungkin menjadi asal mula nama nasi kucing. Ibaratnya nasi tersebut sangat cocok sebagai makanan kucing di rumah. Untuk seekor kucing maka hanya perlu sebungkus dengan menu ikan teri asin yang sangat sedap. Jadi kalau anda hanya makan nasi kucing sebungkus, ibaratnya anda hanya seekor kucing
 
Nasi kucing biasanya dibungkus dalam daun pisang yang dilapis kertas koran. Soal bungkus inilah yang sebenarnya perlu menjadi perhatian, karena dapat menjadi memberikan kontribusi penyumbang sampah dalam jumlah besar. Nasi yang dibungkus kecil tetapi memerlukan bahan pembungkus yang banyak.

Meskipun pembungkus nasi kucing bersifat ramah lingkungan karena menggunakan bahan-bahan organik sehingga dapat diolah di alam dan tidak bersifat mencemari lingkungan, namun tentunya tetap bersifat sebagai sampah.

Satu catatan lagi soal bahan pembungkus nasi kucing ini adalah selalu menggunakan kertas bekas, baik berupa kertas koran maupun kertas bekas lainnya yang diperoleh dari perseorangan, sekolah atau kantor. Jadi boleh saja mereka para penggemar nasi kucing tetap menyebut produk ini sebagai berwawasan lingkungan.
 
Sejak dua tahun terakhir ini, “Angkringan ” sering juga disebut Warung Koboi, atau HIK yang dulunya hanya ada di Yogya dan Jawa Tengah kini mulai marak di Jakarta. Kalau di Yogya, angkringan adalah tetap nongkrong favorit para mahasiswa, sambil diskusi masalah kuliah atau ngegosip, bisa tahan berjam-jam di warung angkringan ini. Mungkin fenomena ini yang mau diusung ke Jakarta. Jakarta yang sebagian kaum urban, merupakan target pasar yang potensial dari Angkringan ini.

Bagi mereka yang pernah tinggal atau bersekolah di Yogya bila kangen nasi kucing tidak perlu repot-repot lagi ke yogya. Karena Nasi Kucing sudah mulai menyerbu dan bertebaran di sekitar kita di Ibu Kota.

0 komentar

Posting Komentar